OPINI
Manfaat Dana Desa Dari Pembangunan Infrastruktur dan Sumber Daya Manusia
Saranapublik.com – Indonesia memiliki daerah dengan beragam kharakteristik sehingga berdampak pada perbedaan pola kegiatan ekonomi dan pola pembanguanan Infrastruktur dan sumber daya manusia di tiap daerah meskipun Pemerintah Pusat telan menyalurkan berbagai bentuk transfer fiskal, salah satunya Dana Desa. Implikasinya adalah adanya kesenjangan dalam kemajuan daerah. Kesenjangan tersebut semakin terlihat pada masyarakat sektor pertanian yang mayoritas tinggal di pedesaan, jika dibandingkan masyarakat sektor non pertanian.
Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menjadi tonggak perubahan paradigma pengaturan desa. Dalam Undang-Undang ini Desa diberi kewenangan serta kesempatan yang besar untuk mengurus tata pemerintahan desanya sendiri dan melaksanakan pembangunan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat desa.
Konsekuensi logis dari pembagian urusan dan kewenangan adalah penyediaan sumber-sumber pendanaan untuk mendukung terselenggaranya pelaksanaan urusan dan kewenangan desa. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pemerintah Pusat mendapat mandat untuk mengalokasikan Dana Desa dalam APBN dan menyalurkannya ke setiap rekening desa per periode penyaluran.
Data realiasi Dana Desa dari tahun 2015 hingga tahun 2021 menunjukkan tren peningkatan jumlah realisasi penyaluran Dana Desa setiap tahunnya. Jumlah realisasi Dana Desa di tahun 2021 mencapai Rp71,85 triliun yang disalurkan pada 74.939 desa. Artinya rata-rata setiap desa merealisasikan Dana Desa sebesar 1 miliar. Jumlah yang cukup besar sehingga diharapkan dengan adanya penyaluran Dana Desa dapat meningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan antara pedesaan dan daerah tertinggal dengan perkotaan.
Dalam prakteknya, masih terdapat kelemahan dalam tata kelola dana desa sehingga berpotensi menimbulkan korupsi. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebutkan, sebanyak 686 kepala desa terjerat korupsi dana desa di 601 desa. Firli mengatakan, ratusan kasus itu terjadi sepanjang sembilan tahun, sejak 2012 hingga 2021. Data yang dilansir ICW, sejak 2015-2020 sebanyak 676 terdakwa kasus korupsi berasal dari perangkat desa, menjadikannya kasus terbanyak. Semuanya menjadikan anggaran desa sebagai objek korupsi.
Penyebab korupsi dana desa adalah karena minimnya kompetensi aparat desa, tidak adanya transparansi dan kurangnya pengawasan pemerintah dan masyarakat serta adanya intervensi atasan dalam pelaksanaan kegiatan fisik yang tak sesuai perencanaan.
Permasalahan tersebut muncul disebabkan belum sepenuhnya dipahami oleh para pelaksana di daerah khususnya di Pemerintah desa. Besarnya Dana Desa belum selaras dengan kemampuan SDM (aparatur) baik secara teknis dan mentalitas. Potensi masalah yang akan muncul adanya ketidaktahun, ketidakmampuan, dan adanya resiko tindakan penyalahgunaan. Tindakan kecurangan (fraud) ini merupakan perilaku koruptif, penggelapan aset desa dan rekayasa laporan. Ketiga hal tersebut sangat dimungkinkan dalam pengelolaan dana desa.
Potensi masalah tersebut di atas perlu diantisipasi dan dicegah sedini mungkin dengan pola pengawasan keuangan desa yang terintegrasi, agar tujuan penyaluran dana desa berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Seluruh komponen pengawasan keuangan desa, mulai dari masyarakat, Badan Permusyawaratan Desa, Kecamatan, dan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) harus bersinergi dalam pembinaan dan pengawasan dana desa.
Berikut ini peranan masing-masing komponen dalam pengawasaan pengelolaan keuangan desa.
Satu, pengawasan oleh masyarakat desa. Masyarakat Desa mempunyai kewenangan untuk mengawasi pengelolaan keuangan desa sebagai bentuk partisipasi masyarakat. Masyarakat berhak untuk meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa, antara lain terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dan lampirannya serta dapat pula mengawasi perencanaan dan kualitas pekerjaan fisik/non fisik yang dikerjakan dengan menggunakan dana desa, baik secara individu maupun melalui Badan Perwakilan Desa (BPD).
Pengawasan oleh masyarakat ini merupakan salah satu pilar utama dalam pengawasan pengelolaan keuangan desa, karena masyarakat yang merasakan sendiri dampak dari belanja pemerintah desa. Karenanya masyarakat desa berhak untuk berpartisipasi dalam musyawarah desa serta menyampaikan aspirasi dan pengaduan terkait pengelolaan Keuangan Desa secara berjenjang hingga ke APIP. Aparat Desa hendaknya bersikap positif atas pengawsan ini serta berperan aktif menyediakan atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada masyarakat.
Kedua, Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengawasi kinerja kepala Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa yang meliputi perencanaan kegiatan dan keuangan hingga laporan atas kinerja dan keuangan desa. Hasil pengawasannya disampaikan kepada Kepala Desa, camat, dan APIP.
Ketiga, pengawasan oleh camat. Peranan camat dalam pengawasan keuangan desa diatur dalam Permendagri Nomor 73 tahun 2020, dimana Camat mengawasi Pengelolaan Keuangan Desa dan Pendayagunaan Aset Desa. Peranan kecamatan cukup strategis mengingat biasanya kecamatan lebih mudah dijangkau jangkau oleh pemerintah desa dan secara tradisional telah memainkan peran penting dalam proses sosialisasi, fasilitasi, dan koordinasi pemerintah desa sekaligus menjadi rujukan dalam pengelolaan administrasi.
Disamping itu, Camat memberikan rekomendasi dalam proses dikeluarkannya APBDes. Karena Camat yang akan memonitoring setiap perkembangan pembangunan di Desa. Camat harus mengecek dan mengkoordinir segala hal yang terkait sebelum dikeluarkan rekomendasi anggaran dana desa. Camat harus selalu aktif melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan alokasi dana desa dan dana desa di tingkat Desa. Namun demikian, perlu upaya dari pemerintah daerah agar peran camat/kecamatan menjadi optimal, antara lain dengan peningkatan mutu SDM serta dukungan operasional lainnya.
Keempat, Pengawasan oleh APIP. Pengawasan oleh APIP dilakukan dalam bentuk reviu, monitoring, evaluasi, pemeriksaan, dan pengawasan lainnya. Mengingat kondisi permasalahan dalam pengelolaan dana desa masih banyak bersumber dari rendahnya kompetensi serta pengetahuan SDM desa, seyogyanya peran APIP mengedepankan konsultasi dan pendampingan (consulting services) dibandingkan audit dan reviu (assurance services). Sehingga APIP proaktif merancang program pengawasan dana desa yang mampu bertindak sebagai pencegahan serta berfungsi sebagai early warning system. Peran APIP idealnya juga mampu melakukan asistensi pengelolaan dana desa.
Untuk mewujudkannya, APIP dapat membentuk Gugus Tugas APIP Mitra Desa, berisi SDM fungsional APIP yang ditugaskan melakukan pendampingan dan asistensi kepada Pemerintah Desa dalam segala hal tentang penyelenggaraan keuangan pemerintahan desa. Terobosan ini diharapkan berdampak pada perbaikan proses perencanaan rencana kegiatan dan anggaran desa, peningkatan kinerja pelaksanaan keuangan desa, serta yang terpenting meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan desa.
Hal ini tentunya memberikan manfaat yang langsung dirasakan oleh para pemangku kepentingan dan tentunya masyarakat desa.
Terkait tugas audit, APIP merancang program pengawasan dana desa yang sifatnya pengawasan terhadap kepatuhan desa dalam pengelolaan dana desa. APIP juga harus merespon apabila terdapat pengaduan masyarakat terkait pengelolaan dana desa melalui klarifikasi/kajian dan/atau pemeriksaan khusus/pemeriksaan investigasi.
Lima, Pengawasan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dana Desa adalah bagian dari keuangan negara karena bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi Desa untuk pembangunan dan mensejahterakan masyarakat, karenanya sesuai ketentuan perundangan-undangan dana desa merupakan objek pengawasan/pemeriksaan BPK.
Komponen-komponen pengawasan di atas tentunya memiliki beberapa titik kelemahan, yang bersifat operasional maupun berkaitan dengan kuantitas maupun kualitas SDM. Karenanya diperlukan pihak-pihak ekternal yang melengkapi layer-layer pembinaan dan pengawasan pengelolaan dana desa. Pihak-pihak eksternal tersebut secara landasan hukum dapat bersinggungan langsung maupun tidak langsung dengan pembinaan-pengawasan pengelolaan keuangan desa. Berikut ini upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan Dana Desa:
Satu, bekerja sama dengan Aparat Penegak Hukum.
Sesuai himbauan Jaksa Agung ST Burhanudin dalam berbagai kesempatan, jajaran Kejaksaan Agung diminta untuk tidak langsung menghukum kepala desa secara pidana ketika tersangkut korupsi pengelolaan alokasi dana desa. Secara eksplisit, Jaka Agung menghimbau jajaran penegak hukum untuk betul-betul menyeleksi tindakan yang dilakukan oleh kepala desa, apakah berdasarkan ketidaktahuan atau memang terdapat unsur kesengajaan. Sehingga tidak langsung diberikan penegakan hukum, namun dengan terlebih dahulu diberikan bimbingan.
Itikad baik ini dapat disambut oleh pemda untuk menjalin bekerja sama aparat penegak hukum melalui MoU dengan ruang lingkup sosialisasi dan regulasi, fasilitasi pengamanan, penegakan hukum dan pengelolaan dana desa termasuk pertukaran informasi dan pembinaan mengenai pengelolaan Dana Desa.
Dua, perlu adanya system pengaduan bagi masyarakat yang hendak menyampaikan keluhan dan/atau pengaduan atas pelayanan desa atau pengelolaan dana desa. Unit pengaduan ini dapat dibentuk mulai dari tingkat desa yang terhubung dengan unit pengaduan di APIP Kota/Provinsi.
Tiga, Peningkatan pendampingan oleh pemda terhadap pemerintah desa. Bentuk pendampingan tersebut dapat berupa fasilitasi penyusunan standar pelayanan publik serta pembuatan Standar Operating Prosedur (SOP).
Penulis : Aldo Maulana Andreti, Kepala Subbagian Umum KPPN Bengkulu