OPINI
Pengendalian Inflasi: Kebutuhan Pokok Melambung?
Saranapublik.com – Inflasi masih menjadi momok bagi masyarakat. Terlebih pasca kenaikan harga BBM, harga barang kebutuhan pokok mulai melambung. Tentu saja ini akan menggerus daya beli masyarakat. Dampaknya bukan hanya harga semakin tak terjangkau, tetapi juga akan menganggu keberhasilan program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan. Terlebih pasca pandemi COVID-19 perekonomian belum pulih sepenuhnya. Karena itu pengendalian inflasi perlu dilakukan.
Sejauh ini inflasi Kota Bengkulu hingga November 2022, telah mencapai 6,09%. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding pada periode yang sama tahun 2021 yang hanya 2,17%. Namun jika dilihat dari kelompok pengeluarannya, inflasi makanan, minuman, dan tembakau hingga November 2022 telah mencapai 6,46% dan kelompok transportasi mencapai 14,84%. Ini menunjukkan bahwa barang kebutuhan pokok yang berupa barang makanan dan transportasi merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga meningkat cukup besar.
Ada dua (2) faktor penyebab terjadinya inflasi yaitu dari sisi demand dan dari sisi supply. Dari sisi demand, inflasi dipengaruhi oleh kemampuan konsumsi masyarakat, kemampuan konsumsi pemerintah, dan kemampuan konsumsi lembaga nirlaba. Sedangkan dari sisi supply dipengaruhi oleh ketersediaan barang di pasar yang harganya tergantung pada biaya produksi dan distribusi. Pada masa pemulihan ekonomi pasca pandemi, kedua faktor ini saling berkelindan. Pada satu sisi daya beli masyarakat melemah akibat pertumbuhan ekonomi yang belum pulih, pengeluaran pemerintah juga menurun akibat menurunnya pendapatan negara, pada satu sisi harga barang juga semakin meningkat akibat biaya produksi yang naik, komponen biaya impor yang meningkat serta jalur distribusi yang membutuhkan biaya lebih akibat kenaikan harga BBM. Karena itu upaya menekan kenaikan harga harus diprioritaskan pada harga kebutuhan pokok yang menyangkut hajat hidup orang banyak khususnya bahan makanan atau sembako.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menekan harga kebutuhan pokok pada tingkat makro dengan memberikan subsidi melalui bantuan langsung tunai/non-tunai yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, juga diupayakan penggunaan komponen produksi dalam negeri yang lebih besar agar industri dalam negeri bertumbuh dan menekan komponen impor, serta tetap mempertahankan subsidi BBM utnuk penggunaan kendaraan kendaraan umum dan pendistribusian bahan pokok. Dengan kebijakan makro tersebut diharapkan harga kebutuhan pokok menjadi lebih terjaga. Pada tingkat mikro kebijakan yang diambil diantaranya melalui penyediaan kebutuhan barang-barang pokok yang lebih murah diantaranya melalui pasar murah.
Melalui pasar murah pemerintah berusaha menyediakan barang kebutuhan pokok yang lebih terjangkau. Namun, jumlah komoditas yang disediakan biasanya lebih terbatas diantaranya beras, minyak goreng, telur, daging, dan beberapa jenis lainnya. Selain itu, pasar murah juga memiliki jangkauan yang terbatas biasanya hanya terpusat di beberapa lokasi dengan pembeli yang sifatnya lokalitas. Bahkan dalam beberapa kesempatan, pembeli pada pasar murah tidak hanya mereka yang menjadi sasaran (keluarga miskin) tetapi mereka yang mampu pun bisa memanfaatkan pasar murah tersebut. Karena itu dalam beberapa studi, pasar murah hanya merupakan solusi jangka pendek, serta tidak efektif dalam penanggulangan kemiskinan dan pengendalian inflasi jangka panjang. Selain karena areanya yang terbatas, jumlah komoditasnya terbatas, juga kemampuan pemerintah dalam menyediakan barang yang diperdagangkan pada pasar murah sangat terbatas.
Salah satu pilihan lain dalam penyediaan harga kebutuhan pokok yang lebih murah sebagai upaya pengendalian inflasi adalah melalui pasar tumpah. Pasar tumpah merupakan pasar informal dimana pedagang diizinkan berjualan di tempat-tempat yang tidak dikhususkan sebagai pasar misalnya di jalan raya. Karena sifatnya informal dan tidak memerlukan tempat tetap, maka komoditas yang diperjualbelikan di pasar tumpah cenderung lebih murah dibandingkan yang diperjualbelikan di pasar formal. Pasar tumpah juga mampu menampung jumlah pedagang lebih banyak sehingga mendorong peningkatan lapangan kerja. Hal ini memberikan dua keuntungan sekaligus. Pertama, menyediakan harga kebutuhan barang pokok yang lebih murah, dan kedua, menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran. Namun, dampak dari keberadaan pasar tumpah adalah masalah sosial seperti kemacetan, kekumuhan, kesemrawutan, sehingga mengurangi citra sebuah kota. Melihat dampak positif dari pasar tumpah, permasalahan sosial seperti di atas, seyogyanya masih bisa diatasi. Pertama, dengan mengatur area batas badan jalan yang diizinkan sebagai tempat jual beli sehingga kemacetan dapat diminimalisir. Kedua, mengatur waktu pelaksanaan jual beli di pasar tumpah misalnya pada jam-jam dimana kondisi lalu lintas sudah tidak padat. Ketiga, mengatur kerapihan lokasi berjualan melalui petak-petak yang telah ditentukan. Keempat, mengatur ketertiban parkir sehingga tidak menganggu pengguna jalan raya.
Pasar tumpah di Kota Bengkulu khususnya yang berada di sekitar pasar panorama, pada awalnya dimaksudkan untuk membantu perekonomian masyarakat menengah kebawah yang terdampak COVID-19. Mereka yang awalnya menganggur, kesulitan mendapat pekerjaan atau di-PHK, diizinkan untuk berdagang secara informal. Selama ini, dirasakan mampu menghidupkan perekonomian kelas menengah-ke bawah. Terbukti dari ramainya transaksi jual beli yang terjadi di pasar tumpah. Namun di luar tujuan awal diizinkannya pasar tumpah, ternyata memberikan ekspektasi lain yaitu berdampak pada pengendalian inflasi. Terbukti bahwa inflasi Kota Bengkulu hingga November 2022 menempati urutan 8 lebih rendah dari kota lainnya seperti Bukittinggi, Padang, Pekanbaru, dan Banda Aceh. Bahkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bengkulu meraih penghargaan terbaik di kawasan Pulau Sumatera.
Melihat peran strategis pasar tumpah dalam peningkatan ekonomi masyarakat menengah-kebawah, penyerapan tenaga kerja dan pengendalian inflasi tentunya patut menjadi perhatian agar keberadaan pasar tumpah diatur sehingga dampak negatif seperti kemacetan, kekumuhan, kesemrawutah dapat diminimalisir sedemikian rupa. Dengan demikian, perekonomian rakyat tetap berjalan dan kebersihan serta kerapihan kota tetap terjaga.
Penulis: Sriwiyana Teguh Ananto