Connect with us

TASAWUF

Siapa Tokoh Tasawuf yang Berasal dari Kalangan Wali Songo?

Published

on

Tokoh Tasawuf yang Berasal dari Kalangan Wali Songo

BANYAK yang menanyakan tentang siapa tokoh tasawuf yang berasal dari kalangan Wali Songo? Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Ampel, atau Sunan Drajad?

Tokoh tasawuf yang berasal dari kalangan Wali Songo adalah Sunan Bonang. Sunan Bonang, yang nama aslinya adalah Raden Maulana Makdum Ibrahim, merupakan salah satu dari sembilan wali songo yang dikenal sebagai penyebar agama Islam di Pulau Jawa, Indonesia.

Masa Kecil Sunan Bonang

Lahir

Sunan Bonang, yang memiliki nama lengkap Raden Maulana Makdum Ibrahim Zainuddin, dilahirkan di Tuban, Jawa Timur pada tahun 1465 Masehi. Ia merupakan putra dari Sunan Ampel, seorang tokoh sufi terkemuka dan penyebar agama Islam di Jawa.

Masa Kecil

Sejak masa kecilnya, Sunan Bonang sudah menunjukkan minat yang kuat dalam bidang keagamaan dan keilmuan. Ia mulai menuntut ilmu agama Islam dari ayahnya, Sunan Ampel, serta belajar dari beberapa ulama terkemuka pada zamannya. Sunan Bonang dikenal sebagai seorang yang tekun dan gigih dalam menuntut ilmu, serta memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam.

Menuntut Ilmu

Selama perjalanannya menuntut ilmu, Sunan Bonang juga melakukan perjalanan ke beberapa tempat, termasuk ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam pengetahuannya tentang agama. Di Mekah, ia belajar dari para ulama terkemuka dan mengembangkan pemahamannya tentang tasawuf dan spiritualitas.

Setelah menuntut ilmu dan menguasai berbagai cabang ilmu agama, Sunan Bonang kembali ke Jawa dan mulai menyebarkan ajaran Islam serta mengajarkan tasawuf kepada masyarakat. Ia menggunakan berbagai metode dan bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat pada zamannya, seperti melalui syair, pantun, dan wayang.

Akhlak Sunan Bonang

Sunan Bonang dikenal sebagai sosok yang rendah hati, penyayang, dan mampu mempererat hubungan dengan masyarakat setempat. Ia juga dikenal sebagai penyebar perdamaian dan toleransi antarumat beragama. Kehidupan dan ajaran Sunan Bonang memberikan inspirasi bagi banyak orang untuk mencari kedamaian dan mencintai sesama manusia.

Wafat

Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 Masehi di Tuban, Jawa Timur. Meskipun fisiknya telah tiada, warisan dan ajaran beliau tetap dikenang dan diikuti oleh banyak orang hingga saat ini.

Metode Pengajaran Tasawuf Sunan Bonang

Metode pengajaran tasawuf yang diajarkan oleh Sunan Bonang dapat dikategorikan sebagai metode sufistik yang bersifat inklusif dan mengedepankan pendekatan yang lebih terbuka dan toleran. Sunan Bonang menekankan pentingnya nilai-nilai universal dalam agama, seperti cinta kasih, perdamaian, dan toleransi antarumat beragama.

Salah satu metode yang diajarkan oleh Sunan Bonang adalah melalui penggunaan seni dan budaya sebagai sarana untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan. Beliau menggunakan seni tari, musik, dan syair sebagai alat untuk mengajarkan ajaran agama dan mengungkapkan kecintaan kepada Tuhan. Metode ini memungkinkan masyarakat untuk lebih mudah memahami dan menghayati ajaran agama melalui bentuk-bentuk yang lebih bermakna dan menggugah emosi.

Selain itu, Sunan Bonang juga menekankan pentingnya zikir (pengingat) sebagai praktik spiritual dalam mencapai kesadaran dan kedekatan dengan Tuhan. Beliau mengajarkan berbagai macam dzikir dan wirid yang dijalankan secara rutin sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran spiritual dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Dalam metode pengajaran tasawufnya, Sunan Bonang juga memberikan perhatian khusus pada pendidikan dan pembinaan moral. Beliau mengajarkan nilai-nilai etika, kesederhanaan, dan kejujuran sebagai bagian dari perjalanan spiritual. Selain itu, beliau juga memberikan perhatian pada pembangunan masyarakat yang adil dan berkeadilan, serta mengajarkan pentingnya bantuan sosial dan kepedulian terhadap sesama.

* Penulis: Franky Adinegoro, Pengamal Thoriqoh Syattariyah.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TASAWUF

Apakah Bertoriqoh Bisa Keramat? Bisa Sakti?

Published

on

Apakah Bertoriqoh Bisa Keramat? Bisa Sakti?

DALAM sebuah pertemuan, seorang teman bertanya kepada saya. “Apa kelebihan berthorioh atau belajar tasawuf. Apakah Bertoriqoh Bisa Keramat atau sakti, misalnya?” tanyanya.

Thoriqoh itu adalah metode atau jalan untuk sampai kepada Allah. Bahasa kerennya: wushul ilallah. Ketika dengan mengerjakan syariat saja, dirasa tidak cukup cepat, untuk sampai kepada Allah, maka thoriqoh menjadi alternatif selanjutnya.

Lalu, apa tanda seseorang sudah wushul ilallah? Itu butuh pembahasan tersendiri.

Apakah berthoriqoh bisa keramat?

Kita kembali ke pertanyaan: apakah dengan berthoriqoh kita bisa keramat atau sakti?

Di sini perlu saya luruskan kembali, bahwa tujuan berthoriqoh adalah untuk wushul ilallah. Motivasinya adalah semata-mata karena ALLAH; ingin ‘mendapatkan’ Allah, bukan untuk memperoleh perkara-perkara selainNya, seperti kesaktian, atau kekeramatan, misalnya.

Tapi, ketika seseorang telah menjalani thoriqoh dengan benar, maka bukan tidak mungkin, pada diri seseorang akan muncul fenomena-fenomena ganjil; fenomena luar biasa seperti kekuatan adikodrati, hal-hal di luar nalar, dan apapun sebutannya.

Jika terjadi ke para nabi dan rasul, itu namanya mukjizat. Kalau muncul di kalangan waliyullah, namanya karomah. Jika nampak pada diri mukmin namanya maunah. Tapi, jika itu terjadi pada orang kafir atau fasiq, maka namanya adalah istidraj.

Kenapa itu bisa terjadi?

Kuncinya cuma satu: jika Allah menghendaki! Apa yang Allah kehendaki, pasti terjadi. Apa yang tidak Dia kehendaki, MUSTAHIL terjadi.

Ma sya Allahu kaana. Wama lam yasya’ lam yakun. La hawla wala quwwata illa billah.

Mutlak kewenangan Allah

Kesimpulannya, karunia seperti kekeramatan atau kesaktian, mampu memunculkan fenomena luar biasa, bukan berada dalam kewenangan hamba; semua mutlak atas izin Allah!

Ma sya Allahu kaana. Wama lam yasya’ lam yakun. La hawla wala quwwata illa billah.

Bagi saya, karomah atau keramat itu artinya adalah kemuliaan atau kehormatan. Ketika seseorang mengamalkan thoriqoh dengan benar, pasti ia akan memperoleh kemuliaan atau kehormatan.

Kenapa? Karena salah satu fokus thoriqoh adalah membersihkan hati (takhalli) dari kotoran-kotoran batin atau penyakit-penyakit hati. Kotoran batin inilah yang menjadi dinding yang tebal antara seorang hamba dengan Tuhannya.

Dampak berthoriqoh

Dengan berthoriqoh, hati menjadi bening, lembut, dan cemerlang. Ketika hati telah bening dan bersih, maka hamba itu senantiasa memperoleh petunjuk dari Allah dan akan lahir budi pekerti yang bagus pada dirinya.

Inilah; maksud saya, budi pekerti yang bagus inilah yang disebut dengan keramat atau karomah itu. Budi pekerti yang luhur inilah kesaktian sejati itu. Bukannya kulit yang tak bisa ditembus oleh peluru, bisa berjalan di atas air, bisa melipat bumi, terawangan, dan lain-lain.

Bagi seorang ‘arifbillah, ketika di dalam batinnya sudah tidak melihat lagi selain Allah; itu baru keramat. Itu baru sakti.

Meminjam perkataan para tuanku kami di surau, “Hilang pandang pado alam, lenyap pandang pado diri.

* Franky Adinegoro, pengamal thoriqoh Syattariyah

Continue Reading

Trending